Kiriman dari Hongkong (7): Hongkong yang Kini Diartikan sebagai Kuburan Raksasa


JAWA POS, JUMAT PAHING 21 NOVEMBER 1986

Laporan: Basuki Soejatmiko, Wartawan Jawa Pos (7 habis)

Hongkong yang Kini Diartikan sebagai Kuburan Raksasa.

Sampai serial pertama tulisan ini berakhir hari ini, masih belum ada kiriman baru lagi Basuki Soejatmiko yang hari ini masih didaratan RRC, memang sudah mengira akan mengalami kesulitan pengiriman laporan dari Beijing. Sambil supaya ada penyegaran laporan dari RRC akan diturunkan di lain kesempatan akan datang.

Rikshaw, jenis angkutan yang mulai langka di Hongkong

Seri terdahulu memperlihatkan bagaimana kehidupan orang Hongkong dihantui dengan kepercayaan tentang fungsui.Tetapi, ternyata rata-rata dari mereka mempercayai bahwa fungsui Hongkong sendiri jelek.

Tak perlu seorang ahli fungsui untuk mengetahui hal ini. Hongkong itu sepeti Tretes. Cuma di Tretes tak ada lautan yang membelahnya. Sedang, di Hongkong terletak di lembah. Kalau fungsui mau dipakai secara konsekuen. Mestinya untuk keperluan perumahan bukit-bukit itu yang dijadikan tempat tinggal. Bukan lembahnya seperti sekarang.

Sistem fungsui dengan demikian jadi terpenuhi. Yakni ibarat duduk bersandar gunung memandang lembah. Sekarang yang terjadi justru sebaliknya. Dari lembah memandang bukit. Tentu saja tidak klop.

Untuk mengatasinya, orang lantas berlomba membuat gedung pencakar langit di sana. Sebenarnya, secara fungsui ini, juga salah. Tak mungkin orang menyaingi bukit lantas memberikan patkwa di atas gedung bertingkat paling atas. Patkwa adalah satu beda yang biasa dipakai untuk semacam tolak balak. Mestinya laut itu ditimbun tanah bukit seperti di Pantai Ria Kenjeran.
Jika Hongkang mau melebarkan kotanya dengan fungsui yang baik, arah kota yang penuh air itu yang mestinya diubah jadi daratan dengan mengepras bukit. Dengan demikian fungsuinya menjadi bagus. Masalahnya, kalau kemudian ada angin topan, bisa-bisa korban yang berjatuhan lebih banyak.

Sekarang saja hembusan angin memang terasa sangat keras. Apalagi kalau bukit dikepras. Tapi itu satu-satunya jalan untuk membuat fungsui Hongkong menjadi bagus.

Rumah-rumah flat di Hongkong semuannya didirikan atas tanah yang semula berfungsi agak lebih baik dari perumahan tempo doeloe. Cuma, orang Hongkong tak mungkin lagi melihat fungsui secara perorangan. Mereka melihatnya sebagai satu kesatuan. Makin tinggi rumah di perumahan flat mereka lebih suka. Sebab semakin tinggi flat itu, makin mencoba mengatasi ketinggian bukit.

Tapi, sejauh ini, secara perorangan masih dirasakan bahwa orang Hongkong membawa kepercayaan yang penuh terhadap Fungsui. Meski di rumah di flat, tapi mereka tak mau ada pintu masuk dari depan. Ini yang aneh.

Pintu masuk tetap harus di tengah rumah dari arah samping. Bisa langsung berhadapan dengan pintu kamar mandi. Tak ada pintu yang menembus ke belakang. Sebab, menurut kepercayaan fungsui, pintu yang menembus ke belakang bisa membuat orang bangkrut. Yang dari samping yang bagus.

Pada pintu masuk inilah orang Hongkong meletakkan gambar orang suci atau patkwa untuk mengusir kejahatan. Masih kuat kepercayaan mengusir setan itu. Gambarnya besar dan diletakkan di pintu masuk. Selebihnya sama dengan rumah-rumah yang lain. Kamar yang jentrek tiga yang kebanyakan ada di flat seperti milik keluarga Wong menjadi tidak ada masalah. Sebab, pintunya dari samping. Dengan demikian, kamar yang jentrek tiga itu lantas seperti terletak di bagian belakang. Tidak lagi diistilahkan jentrek tiga.

Sulit memang untuk mengetahui apa agama masyarakat Hogkong. Di rumah mereka banyak sekali patung antik Kwan Kong dan Kwan Im. Tapi, ada juga patung Budha yang indah indah. Ada patkwa dan segala tanda-tanda dengan gambar untuk mengusir roh jahat. Semuanya campur aduk. Kuil Budha dan klenteng juga masih banyak dikunjungi orang. Tapi gereja pada hari Minggu juga penuh.  Inilah bentuk satu masyarakat yang berjalan sering antara kereligiusan dan bisnis yang ketat. Di toko-toko kecil tanda-tanda itu makin mencolok. Hu hu dari klenteng terdapat di mana-mana.

Dalam berdagang, semboyan mereka adalah mencari untung, tetapi yang wajar saja. Karenanya orang memang senang berbelanja di Hongkong. Mereka juga tidak menipu. Barang murah mereka jual murah. Barang mahal mereka jual mahal. Semuanya menurut aturan bisnis yang sehat. Ini saya dengar dari masyarakat Hongkog sendiri. Benar tidaknya harus punya cukup  waktu untuk menelitinya. Tapi, masyarakat Hongkong memang menarik. Sebab, antara kepercayaan terhadap fungsui dengan bisnis erat sekali hubungannya. Seorang ahli fungsui biasanya merangkap ahli astrologi atau fortune teller. Peramal nasib masa depan.

Rasanya tak bisa dibayangkan bahwa bisnis yang modern dikendalikan oleh kepercayaan terhadap fungsui. Termasuk bagaimana barang dagangan harus diatur.

Jadi, kalo melihat stan-stan saling diatur seperti tampaknya berserakan, jangan dianggap itu seni menata ruangan. Tapi, itulah fungsui yang didasarkan pada kepercayaan  bahwa pada areal ini stan harus menghadap selatan. Stan yang lainnya pada areal yang lain menghadap ke barat, sehingga pembeli menghadap ke timur. Seluruh nafas kehidupan tampaknya ditarik dari kepercayaan fungsui. Apakah plaza-plaza di Surabaya demikian juga, saya tidak pernah memperhatikan. Tapi, sumber dari ahli fungsui yang berpraktek di bawah mansion tempat saya menginap mengatakan semua kehidupan di Hongkong diatur fungsui. Suatu kantor kerja lebih-lebih letak meja kursi, tempat duduk tamu diatur fungsui.

Tetapi, para ahli itu berpendapat, pembangunan Hongkong denga pencakar langit itu menjadikan Hongkong secara fungsui menjadi kuburan. Seperti makam raksasa dengan gedung-gedung itu sebagai nisannya.

Saya sependapat bahwa pembangunan gedung-gedung bertingkat sekarang ini menjadikan fungsui Hongkong menjadi tambah jelek lagi. Tetapi, saya tak menduga bahwa ahli fungsui mereka sendiri  ternyata beranggapan banhwa Hongkong sekarang justru sudah berubah menjadi makam raksasa!

Suhu Ng, sekarang sudah berusia tujuh puluh tiga tahun. Ia sudah tidak mempunyai keluarga lagi yang menjadi tanggung jawabnya. Dulunya ia berasal dari Kanton dan menetap di Hongkong sudah puluhan tahun yang lalu. Kepandaiannya meramal fungsui dipelajari dari sebuah buku kuno yang berhasil dimiliki ketika hijrah ke Hongkong. Buku tersebut sekarang sudah terlalu tua dan halamannya sudah banyak yang rusak.

Anaknya enam orang. Sekarang sudah jadi semua. Tiga di antaranya lulusan sekolah tinggi, dan dua lainya sekarang di Amerika Serikat, menjadi warga negara sana. Yang lain, sudah bekerja di Hongkong, ia mempunyai delapan belas cucu dari semua anak-anaknya itu.

Penghasilannya sekarang yang menurut pengakuannya rata-rata tiga ribu dollar Hongkong, disimpan dalam bank. Sewaktu-waktu kalau tahun baru sebagian uang tersebut diambil untuk anak cucunya yang akan berkumpul. Ia, sebagai kepala keluarga, yang harus mentraktir. Memberi angpau pada cucu-cucu.

Seperti yang sudah diceritakan oleh suhu Ng, pemerintah  Inggris pun pada akhirnya terpaksa ikut mempercayai fungsui. Lebih banyak dolar terpaksa harus dikeluarkan untuk mengganti rugi tempat-tempat yang akan dipergunakan untuk tempat umum.

Karena menurut kepercayaan masyarakat, fungsui Hongkong tidak begitu baik, maka jika tempat-tempat umum dibangun sembarangan, situasi fungsuinya akan semakin parah lagi. Karenanya mereka sering mengadakan reaksi jika menurut mereka tempat-tempat yang dipilih oleh pemerintah itu bisa memperjelek fungsui. Kalau sudah seperti ini, lantas terjadi sengketa antara pemerintah dan masyarakat yang didukung oleh para ahli fungsui. Padahal jumlah ahli fungsui di sana, menurut Suhu Ng cukup banyak. Mereka kemudian juga mengundang ahli fungsui dari Cina yang biasanya membenarkan teori para ahli fungsui dari Hongkong. Dan pemerintah Inggris menjadi tidak berdaya. Akhirnya terjadi perundingan ganti rugi dan biasanya masyarakat selalu menang.