Kiriman dari Hong Kong (4): Taipan Oei dan Apa Itu Organisasi Tong


JAWA POS, SELASA WAGE 18 NOVEMBER 1986

Laporan: Basuki Soejatmiko, Wartawan Jawa Pos (4)

Taipan Oei dan Apa Itu Organisasi Tong
Hongkong dengan gedung tertinggi di Asia

Apakah anda tidak ingin kembali ke Indonesia, tanya saya. Taipan Oei menggelengkan kepala. Juga ketika ditanya apakah ia tidak berniat membuka bank sebagai cabang di Surabaya atau kota besar lainnya di Indonesia. Dia cuma mengatakan bahwa sekarang ini di dunia sedang menghadapi kerja keras. Orang tidak bisa hidup makmur kalau cuma bekerja sekian jam saja sehari.  Anda mungkin sepuluh tahun lagi akan melihat wajah Hongkong yang lain. Sekarang masyarakat sedang berjuang untuk memiliki perumahan. Sepuluh tahun lagi masalah tersebut akan sudah teratasi. Dengan demikian nantinya mereka akan bisa menanta diri dengan sebaiknya. Dan Anda sudah tidak bekerja lagi sesudah jam  empat. Taipan Oei menyayangkan cara kerja negara berkembang yang agak santai. Menurut pendapatnya, kita harus bekerja lebih dari tujuh jam sehari. Saya sendiri bekerja hampir dua puluh jam sehari," kata Taipan terkemuka asal Pengampon ini.


Setiap ada persengketaan dengan pihak pemerintah kolonial, misalnya ada kenaikan sewa flat-flat di tempat pemukiman baru, selalu Taipan yang maju. Kadang bisa main telepon, kadang harus lobi, tapi kadang harus dihadapi dengan kekerasan, karena suara Taipan bukan suaranya sendiri melainkan suara seluruh warga yang dimiliki.

Tentang kenaikan sewa atau kontrak, pemerintah memang bisa salah tingkah. Taipan-taipan ini yang didukung oleh warga masyarakat setempat memang bisa punya kekuasaan yang besar sekali. Mereka bisa memboikot uang sewa atau uang kontrak, kemudian kalau perlu mereka bisa mendirikan perumahan sendiri yang baru karena dana ada pada mereka. Tetapi, Taipan jarang sekali mempergunakan cara-cara perundingan yang konfrontatif. Taipan sering cuma senyum saja menghadapi segala persoalanyang rumit. Ini menuntut kemahiran dalam hubungan kemasyarakatan dan ilmu manajeman tingkat tinggi. Dengan senyum, seorang Taipan bisa menerobos segala pintu yang semula tertutup rapat. 

Itulah bedanya antara Taipan dan Triad atau Tong. Asal usul timbulnya istilah Tong adalah ketika orang-orang Kanton mulai berdatangan ke Hongkong.

Jarang orang mengetahui bahwa kuatnya orang Cina bergerak di bidang bisnis, semula adalah justru karena organisasi ini, yang ketika itu masih belum punya konotasi negatif.Sebuah organisasi yang dulunya sebenarnya mempunyai asas kekeluargaan yang berasal dari budaya mereka di Kanton tempat asal orang yang kemudian disebut rakyat asli Hongkong.

Dulu, organisasi itu yang berkembang subur di daratan Cina maksudnya menolong sesama yang terkena musibah bencana alam.Atau yang sangat melarat, karena dirampok dan lain sebagainya. Keadaan masyarakat di Cina saat itu memang miskin dan taraf pendidikan mereka pun rendah. Situasi yang sedemikian itu mereka bawa ke Hongkong ketika mereka mulai memasuki Hongkong. Serba miskin dan serba tidak mampu dalam segala bidang.

Kepala-kepala Tong akhirnya bertindak. Mereka yang terkena musibah atau tak bisa mencari nafkah di Hongkong dipinjami uang tanpa bunga. Tapi tiap bulan mereka harus mengembalikan dalam jumlah tertentu. Perhitungan mereka, setahun atau dua tahun bisa lunas modal itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan demikian, mereka tidak terjerat oleh lintah darat. Dalam pengertiannya yang positif ini, tampaknya gerakan Tong ini bisa ditiru.

Di Indonesia dikenal juga yang namanya arisan Tong, arisan mati tanpa piao. Arisan ini sudah tidak terbatas hanya pada suku Hokjia saja, melainkan kepada siapa saja yang punya sifat suka menolong yang miskin. Bentuknya seperti yang di Hongkong itu. Makin banyak relasi seseorang, makin banyak orang yang mau ikut arisan. Itulah sebabnya, mengapa orang Tionghoa paling pegang nama. Mereka tidak suka menipu sesamanya dalam berdagang. Kalau mereka bangkrut, bukan karena menipu atau berspekulasi, tetapi karena huru hara, kebakaran dan lain-lain, maka selalu ada yang menolong mereka dengan arisan Tong itu.Tak perlu mereka yang meminta. Cukup diketahui saja bahwa ia rudin, maka semua orang akan membantu atas dasar prinsip itu.

Tong pada dasarnya demikian. Tapi di Hongkong, ternyata ia tak bisa berkembang sesuai dengan tradisi awalnya. Ternyata, begitu banyak orang miskin di Hongkong dan begitu banyak orang yang harus mereka bantu. Karenanya, kemudian mereka ’”terjerumus” dalam usaha yang kurang wajar.

Jadilah kemudian usaha penyelundupan di mana-mana dan Hong Kong kemudian dikenal sebagai pusat penyelundupan yang terbesar didunia setelah Singapura. Kegiatan yang negatif itu bahkan merusak nama Tong sendiri..Nama Tong bahkan diidentikkan dengan Triad, yang bergerak dalam perdagangan narkotika. Pada diri Tong lantas ada perasaan mengganjal terhadap Triad, terutama setalah Triad mengalihkan profesinya dari menjaga toko-toko ke bisnis narkotika, di mana masyarakat Hongkong sendiri terkena getahnya.

Dalih menyelamatkan warga Hongkong sebenarnya tak selamanya murni dalam perjuangan sindikat Tong tempo doeloe.Ada yang menyalahgunakan kekuasaan tersebut untuk kepentingan diri sendiri. Ini sebenarnya lumrah, tapi bagi sindikat seperti Tong itu berakibat fatal. Banyak terjadi pertempuran dan saling bunuh di antara mereka sendiri.

Kapan Tong bubar tak ada yang bisa mengetahui dengan pasti. Organisasi itu secara fisik mungkin memang tidak ada. Tapi secara spiritual ia masih tetap ada sampai sekarang. Sindikat Tong yang murni memang tak mungkin secara fisik dimatikan.

Kesan orang Inggris terhadap orang Cina memang berlainan sekali dengan Belanda terhadap orang Cina. Dalam masyarakat kolonial Belanda, orang Cina masih tetap diperhitungkan.


Tapi dalam stelsel pemerintahan di Hongkong itu, orang Inggris melihat Hongkong secara keseluruhan. Mereka tidak pernah melihat orang-orang Cina secara pribadi. Yang mereka ketahui hanyalah, berapa pajak yang mereka bayar untuk Sri Ratu. Itu saja. Tidak ada usaha memajukan mereka. Mereka harus berusaha maju sendiri. Meskipun sudah barang tentu universitas juga banyak didirikan.Tapi  pendidikan di sana sangat mahal. Keluarga yang berpenghasilan dua ribu dolar dan ini hampir sama dengan uang kita sebanyak empat ratus ribu Rupiah lebih, takkan mampu membiayai anaknya sekolah di perguruan tinggi. Mereka harus membanting tulang sampai jauh malam. Inipun dengan catatan bahwa soal rumah sudah bukan problem lagi bagi mereka. Jika masih ada problem rumah, artinya mereka masih harus membayar sewa atau kontrak rumah, tak mungkin mereka menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Dalam hal ini, seringkali sindikat Tong masih memperlihatkan wajahnya yang manis dan bersahabat.

Keuangan Tong sekarang dari mana? Itulah memang sekarang pertanyaan yang paling mendasar yang dipertanyakan orang. Sebab secara fisik mereka sudah tidak terlihat lagi, tempo doeloe mereka memang mengesankan seram dan seperti pendekar-pendekar. Sekarang suasana itu tak ada lagi. Tapi setiap kesulitan, warga Hongkong yang lama masih teringat pada Tong.

Mr.Wong (nama ini nama samaran) yang alamatnya saya dapatkan dari seorang kawan merupakan orang yang paling tahu tentang Tong itu, meskipun ia terus-terusan tak tahu bagaimana situasi Tong itu sekarang.

Menurut Mr. Wong, Tong sudah mati. Seandainya masih adapun, tentu saya terlibat. Mr. Wong adalah tokoh yang sekarang membantu para pemilik perahu untuk menaikkan kesejahteraan hidup anggotanya. Banyak yang telah diperbuatnya, misalnya dengan motorisasi. Masyarakat kemudian beranggapan bahwa motorisasi itu merupakan upaya terakhir dari organisasi Tong. Padahal, menurut Mr. Wong yang berperawakan kurus, tak mencerminkan bekas tokoh organisasi Tong itu, semuanya itu merupakan kerja organisasi yang terurus rapi dan bekerja sama dengan bank-bank yang bersedia memberikan kredit dengan bunga yang lunak.

Sebenarnya menurut Mr. Wong yang harus dilihat dari skala kecil saja keadaan di Hongkong Ini. Masyarakat mau apa, itulah yang kita penuhi. Jangan sampai mereka lari ke arah tindak kriminal. Situasi sekarang sudah berlainan. Dulu sering kita beradu otot, sekarang polisi tinggal …door begitu saja. Mr. Wong mengacungkan telunjuknya seolah-olah menembak. Berbuat kejahatan tak ada artinya lagi sekarang. Sekarang kita harus pakai ini, seraya ia menunjuk dahinya.

Saya kemudian terkejut bahwa Mr. Wong ternyata orang Kalimantan. Ia kemudian menyatakan bahwa ia kenal baik kota Samarinda, Balikpapan, dan Banjarmasin. Menurut Mr. Wong juga di Indonesia ada organisasi semacam Tong itu. Beberapa waktu yang lalu masih tumbuh suburdi Hongkong, Indonesia termasuk juga jalur-jalir penyelundupan yang merupakan surga. Sekarang seperti di Hongkong sindikat Tong di Indonesia tidak berbentuk lagi dan mereka kembali ke bentuk asal, lebih ke arah yang baik. Artinya lebih bersifat kolektif menolong sesama yang kebetulan tertimpa mara bahaya atau terkena perkara.