Kisah-kisah lanjutan dari Hongkong (1): Twako


JAWA POS JUMAT PAHING 26 DESEMBER 1986

Kisah-kisah lanjutan dari Hongkong (1)
Laporan: Basuki Soejatmiko, Wartawan Jawa Pos

Twako

Di Hongkong, Twako melindunginya.
Masih ingat laporan saya tentang Tong dan Taipan yang lalu? Ini satu lagi yang membuat ekonomi masyarakat Hongkong makin lama makin kuat meskipun situasi perekonomian dunia pada umumnya murung akibat resesi yang berkepanjangan. Orang Hongkong ternyata menyiapkan diri menghadapi kelesuan ekonomi dunia dengan sistem yang mereka sebut twako, yang arti sebenarnya adalah “kakak”.

Sudah barang tentu, pengertian twako sebagai kakak disini berbeda dengan pengertian sehari-hari. Bukan kakak dalam arti keluarga melainkan seorang yang dianggap lebih tua, karenanya juga punya pengalaman lebih, dan bijaksana. Yang terakhir ini sangat penting. Karena seorang twako harus bisa bertindak adil.

Mungkin saja gambaran yang bisa diberikan untuk menyelami arti kedudukan twako yang sekarang ada di Hongkong ialah sama dengan kedudukan Lotia pada kelompok keturunan Cina di Indonesia sebelum perang kemerdekaan. Sebagaimana Taipan, twako adalah gelar nonformal yang bukan diangkat resmi oleh pemerintah kolonial. Twako diangkat resmi oleh kelompok dagang yang memang sangat membutuhkannya.

Dulu, seorang yang disebut twako bisa mencakup berbagai jenis kegiatan perdagangan komoditi. Sekarang dengan kemajuan jaman, seorang twako cuma menguasai satu bidang komoditi saja. Artinya jika ia bergerak di bidang tekstil ya kuasanya di bidang tekstil itu saja. Kalau di bidang penjualan berlian, ya berlian saja. Karena itu kedudukannya makin kuat dan sangat menentukan.

Seorang twako bisa saja berusaha menolak seseorang yang punya modal besar untuk menanamkan modalnya di Hongkong kalau menurut pendapatnya penanaman modal itu bisa mencelakakan perusahaan-perusahaan yang sudah ada di sana. Sistem “proteksi” semacam ini di banyak negara dipegang oleh pemerintah. Kadin sebenarnya bisa menjadi twako di Indonesia, sehingga dengan demikian bisa dipantau sejauh mana sebuah usaha itu sudah jenuh atau masih bisa terus dikembangkan.

Tugas dan tanggung jawab seorang twako yang sedemikan besarnya, mengharuskan seorang twako di jaman modern seperti sekarang juga harus seorang terpelajar. Sedikitnya ia harus mampu berkawan dengan seorang taipan sedemikian rupa sehingga kalau perlu taipan mau memberikan kredit kepada para anggotanya untuk memperbesar usahanya agar lebih kuat dalam melawan modal baru dari luar.

Informasi, dengan demikian harus diperoleh seorang twako dengan cermat sekali sehingga dia bisa mengadakan evaluasi dalam waktu yang relatif pendek. Sebab, bidang perekonomian Hongkong, sekarang ini tidak bisa diurus di Hongkong saja. Ekspor sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga ada juga pemikiran baru, apakah pabrik baru lebih menguntungkan didirikan di negara tertentu daripada mengespor langsung yang memakan biaya transportasi yang mahal. Jika diterapkan harus didirikan sebuah pabrik baru di negara lain, sang twako ini yang “mengurusnya”. Jangkauannya dengan demikian makin luas. Karenanya sistem hubungan yang baru harus diciptakan.

Satu babak baru terjadi pada 1980. Sejak itu para twako setahun sekali mengundang para agen mereka yang berada di luar negeri yang selama itu telah menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda. Katakan saja ini semacam bonus buat para agen. Tapi, lama-kelamaan cara-cara setahun sekali ini tidak bisa dipertahankan. Sebab sumber informasi yang diperlukan makin terasa dan informasi ini harus akurat dan cepat. Artinya harus sesuai dengan situasi berbagai negara tempat barang-barang Hongkong itu diperdagangkan.

Maka, ditetapkanlah sebuah pertemuan arisan baru. Pertemuan tetap ini dinamakan “Arisan 100 hari”. Biar ada  peristiwa bagaimanapun para anggota berada di luar negeri harus datang ke Hongkong. Membawa informasi yang terbaru inilah dijadikan patokan, apakah penanaman modal di negeri itu akan diteruskan atau tidak. Akan lebih diperbanyak atau tidak.

Indonesia termasuk “link” arisan yang diadakan 100 hari itu, yang tempatnya biasanya disediakan oleh taipan-taipan Hongkong. Mereka bukan cuma bertindak sebagi sponsor, tetapi juga menunjukan kemewahan hidup sebagai tokoh-tokoh bisnis muda di sana.

Dari segi inilah, kita yang di Indonesia selalu ketinggalan. Kita selalu beranggapan bahwa mereka itu lihai sekali dalam dunia perdagangan. Padahal kenyataan yang sebenarnya ialah, mereka yang ada di Indonesia, yang sudah menjadi mata rantai satu sitem perdagangan luar negeri yang ketat, hanya menurut saja apa yang diinstruksikan oleh luar negeri. Dalam hal ini yang paling menentukan adalah sistem twako itu, sistem kakak.

Menurut sumber di Hongkong, arisan yang 100 hari bisa dikatakan pertemuan evaluasi. Wakil dari Indonesia misalnya, di dalam soal tekstil, selalu meminta agar patokan harga jualnya diturunkan dan kualitasnya ditinggikan. Sayangnya, pasaran tekstil di Indonesia dianggap oleh Hongkong belum sampai pada taraf yang tinggi. Mereka memasukkan tekstil ke Indonesia dengan kualitas yang menengah. Yang berkualitas tinggi mereka jadikan pakaian jadi. Sebab ini yang lebih menguntungkan.

Bagi mereka yang bisa mengikuti atau terlibat langsung dalam arisan 100 hari itu sungguh menguntungkan. Karena dalam arisan itu segala persoalan ekonomi Hongkong dibicarakan secara terbuka sebagai ilustrasi. Kemudian masuk laporan dari berbagai negara.

Karena jaringan perdagangan Hongkong luas, maka sedikitnya ada wakil dari sepuluh negara yang hadir. Selain negara-negara ASEAN, hadir pula orang kulit putih dari Amerika Serikat, Kanada, Prancis, dan lain-lainnya.

Hongkong memang pintar. Cuma di kawasan ASEAN saja mereka menunjuk perwakilan dagang mereka sesama bekas hoakiau atau Cina perantauan. Untuk negara-negara yang sudah maju, seperti negara-negara yang tersebutkan di atas, mereka memakai tenaga kulit kutih, dan buka orang kulit kuning yang menetap di negara itu. Bahkan wakil dari Jepang hadir dalam pertemuan itu.

Dengan demikian, keadaan ekonomi di berbagai negara dipantau setiap 100 hari dalam satu ruang di Hongkong secara cermat. Mereka cuma mau modal Hongkong selamat di luar negeri. Mereka tak ingin rugi. Konon, di Indonesia banyak juga modal Hongkong yang masuk dalam bentuk pendirian plaza-plaza dan kebanyakan yang ada hubungannya dengan tekstil atau pakaian jadi. Dalam hal yang terakhir ini memang Hongkong nomor satu. Tapi, jangan mencoba menjahitkan gaun di sana. Harganya berlipat ganda dengan harga kainnya. Sebab pakaian jadi menjadi murah di sana karena mereka mengerjakannya secara otomatis. Dengan gaji pegawai yang tidak mahal. Mereka yang bekerja di pabrik pakaian jadi, biasanya yang ingin kerja malam. Sebab di Hongkong orang harus bekerja keras untuk mencapai taraf hidup minimum 2000 dolar Hongkong sebulan. Jumlah itu baru sampai pada taraf pas saja untuk hidup.