Kisah-kisah lanjutan dari Hongkong (3): Dengan Mahyong Calon Menantu Diuji

JAWA POS, MINGGU WAGE 28 DESEMBER 1986

Kisah-kisah lanjutan dari Hongkong (3)
Dengan Mahyong Calon Menantu Diuji


Seperti meja karambol yang membudaya dalam masyarakat Indonesia, begitulah meja mahyong membudaya dalam masyarakat Cina di Hongkong. Bukan cuma dianggap sebagai alat buat main judi, tetapi lebih dari itu, permainan mahyong yang serba ramai bisa dianggap sebagai tempat orang bersosialisasi. Artinya, orang Cina di sana akan malu sekali kalau tak bisa main mahyong.

Mahyong tampaknya menjadi ciri budaya Cina yang khas. Orang Barat jika berdiam diri di sebuah hotel akan marah bila ada dua atau tiga orang Cina yang bermain mahyong di situ. Bukan karena mereka melihat orang bermain judi, melainkan hirup pikuk yang ditimbulkan oleh pemain mahyong itu penyebabnya. Teriakan-teriakan dari si pemain yang bercampur-aduk satu sama lain memang sangat riuh. Hiruk pikuk ini mungkin sesuai  dengan karakteristik bangsa Cina itu sendiri.  Seperti orang bertengkar saja. Satu sama lain saling teriak, sedang biji-biji permainan mahyong memperdengarkan suara kletek-kletek yang sangat ramai.

Di Hongkong, mahyong bukan sedekar permainan seperti orang main karambol yang dapat dipakai buat sosialisasi maupun judi. Tapi, mahyong sudah merupakan gaya hidup orang Hongkong. Dapat mencandui. Berbeda dengan permainan balapan kuda yang sebenarnya juga merupakan judi yang legal dan diperbolehkan pemerintah, ada juga judi di kalangan pribumi Hongkong yakni permainan domino. Mahyong ini, bisa berfungsi ganda untuk sosialisasi atau judi, kebanyakan diperuntukkan untuk judi. Ia merupakan bentuk perjudian yang sangat digemari, karena di dalam permainan mahyong diperlihatkan ketangkasan berjudi yang membutuhkan ketrampilan setingkat dengan permainan backgammon atau bridge.

Karenanya meskipun judi dapat dikategorikan ilegal di hongkong, mahyong mempunyai makna tersendiri. Pemerintah kolonial Inggris tak bisa menangkapi mereka yang melakukan permainan mahyong di tempat terbuka, karena di atas meja atau di sekitarnya tak ada uang.

Tak mengherankan, tuntutan ketrampilan bermain mahyong begitu banyak. Ada pepatah Cina yang bermakna, ajaklah calon menantu Anda bermain mahyong terlebih dulu, sebelum dipungut menantu. Dari situ, nanti akan kelihatan kelihaiannya sebagai manusia, juga ketelitiannya dan kecerobohannya. Pepatah itu memang bisa membuat orang makin tekun belajar mahyong. Sebab, makin tinggi mahyong dipermainkan, tingkat seninya makin indah pula.

Permainan mahyong bermula pada Dinasti Sung (960-1279). Pada waktu itu, dimainkan dengan 40 potong kertas, masing-masing bergambar pada satu sisi. Pada saat dimulai, masing-masing dari empat pemain menerima delapan kartu terbuka dan delapan kartu untuk ditukar.

Pada Dinasti Ching (1644-1911), pada saat pemberontakan Taiping pada pertengahan abad lalu, tentara mempopulerkan permainan ini dan kartu kertas yang gampang rusak diganti dengan bambu, gading atau tulang dan semuanya diukir gambar seperti semula pada kartu kertas.

Dengan gambaran seperti itu, saya, tadinya mempunyai anggapan bahwa di kaki lima Hongkong, pasti banyak orang menjual lembaran kupon judi, seperti di sini orang menjual kupon Porkas. Tapi sampai tiga hari saya di sana, tak melihat orang menjual kupon seperti ini. Saya pikir, Hongkong berhasil membuat orang Cina tidak berjudi lagi.

Tapi, betapa terkejutnya saya , ketika seorang perwakilan wisata RRC yang kebetulan sore itu mengajak saya berkeliling kota (agen itu berasal dari Indonesia dulunya). Menunjukkan ke sebuah gedung bertembok tinggi hampir bulat bentuknya. Dia mengatakan bahwa inilah tempat adu balap yang terkenal di Hongkong. Ada dua tempat katanya, tapi yang terkenal ditunjuk itu. Yang membuat saya terkejut ialah, bahwa ia kemudian mengatakan, jumlah uang yang berhasil disedot dari arena balap kuda ini setiap harinya adalah 3 miliar dolar Hongkong. Bayangkan, jumlah tersebut kalau dirupiahkan adalah dikalikan 212. Sehingga dengan demikian, kita akan mendapat angka 636 miliar rupiah. Ini sehari. Berapa Sebulan? Lantas kalau setahun kita mesti menghitung dengan kalkulator, sebab jumlahnya betul-betul fantastis.

Angka tersebut bener-bener membuat saya menggelengkan kepala. Hongkong, dengan demikian, sudah bisa hidup dari hasil balapan kudanya saja.Luar bisaa memang. Karenanya, tak mengherankan kalau tv Hongkong secara periodik sehari menyiarkan hasil balapan kuda tadi. Bahkan, ada channel khusus untuk itu, surat-surat kabar di sana, baik yang berbahasa Inggris maupun yang berbahasa Cina, semuanya mengumumkan kuda-kuda favorit di mana yang hari ini akan turun gelanggang. Sehingga, dengan demikian mereka akan bisa mengadakan tebakan kalau ingin membeli kupon yang resmi.

Orang Cina tentunya bukan orang Cina kalau tak pandai-pandai memanfaatkan situasi. Diam-diam mereka memanfaatkan kepopuleran balapan kuda itu jadi Bandar. Tentunya Bandar gelap, semacam Bandar buntut di Indonesia. Mereka tak perlu modal. Yang diperlukan kepercayaan. Modal utamanya adalah telepon dan jaringan penerimaan lewat telepon ini sudah meluas, bahkan sampai ke daratan Cina. Bukan main omzet mereka. Begitu data disampaikan pada saya, sungguh data itu menunjukkan angka yang menakjubkan. Hampir sekitar 2 ½ miliar sehari. Hampir sama dengan penerimaan kupon-kupon resmi yang diterima pemerintah kolonial di sana.

Yang lucu adalah judi dengan kartu domino ada juga di sana. Dimainkan oleh tiga atau empat orang. Taruhannya memang tidak banyak. Cuma sepuluh sen setiap balok.  Cukup kecil untuk ukuran sana dan bisaanya untuk mengisi waktu.

Kembali ke soal balapan kuda yang tadi. Yang legal sudah barang tentu tak ada masalah dalam soal pembayarannya. Sudah ada ketentuan yang pasti di kupon, berapa Anda peroleh untuk tiap etape yang dimenangkan oleh kuda yang Anda lingkari nomernya. Tapi, bagaimana dengan ilegal? Apakah adakah jaminan hukumnya, terutama kalau pesannya saja via telepon dan sama sekali tidak ada bukti kupon di tangan anda?

Di sinilah sebenarnya keunggulan orang Cina. Kepercayaan mereka pegang teguh. Menurut sumber yang saya peroleh, dalam sejarah balapan kuda yang sudah berlangsung sejak lama, tidak pernah terdengar pertikaian yang disebabkan oleh kelompok Bandar ilegal yang nakal. Kebanyakan yang menang dibayar penuh dan diantar ke rumah. Ini benar-benar suatu kepercayaan yang luar bisaa.

Menurut data yang saya peroleh, jumlah hasil balapan kuda yang di sana dikatakan olahraga balap kuda, merupakan yang paling besar ketimbang permainan serupa di manapun juga. Bahkan, dengan arena balap kuda di AS. Ini kalo diperhitungkan dengan jumlah kupon yang terjual. Hasil balapan kuda di Hongkong memang betul-betul punya banyak arti bagi pemerintah kolonial Inggris di sana. Konon, sebagian dari perang Malvinas, meskipun kecil pembiayaannya diambil dari sumber ini. Desas desus yang terakhir ini memang tidak menyenangkan masyarakat Hongkong di sana. Sebab mereka ingin hasil dari balapan kuda tadi dikembalikan untuk kepentingan masyarakat sana. Artinya, dari situ pemerintah mempunyai dana untuk mendirikan flat-flat guna kepentingan masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Yang unik ialah, selama di Hongkong saya benar-benar tidak melihat orang berjualan balapan kuda tadi. Jadi, mereka seperti saya utarakan di atas, bekerja secara tertib, sehingga memperlihatkan wajah Hongkong yang sama sekali tidak ada perjudiannya. Ini sudah barang tentu sangat berlainan dengan sistem penjualan Porkas yang dilakukan secara bebas dan mencolok sehingga kemudian timbul pro dan kontra.

Balapan kuda di Hongkong, ternyata pada akhirnya juga mempunyai dampak negatif terhadap struktur sosial keluarga di sana. Kebanyakan mereka mempunyai apartemen menyewakan kamar-kamar mereka untuk turis dengan harga 70 % lebih murah daripada tarif hotel. Istri mereka juga bekerja keras untuk menghidangkan makanan sebagai servis meskipun turis harus membayar. Pertengkaran keluarga sering terjadi gara-gara balapan kuda ini. Dari pagi sampai malam, tengah malam sekalipun, suami harus mengikuti siaran tv yang menyiarkan acara balap kuda. Kalau sudah begitu, istri pasti tahu bahwa suaminya ikut pasang. Ngomel mula-mula, tapi kemudian jadi caci maki kalo sudah jengkel. Ini saya lihat sendiri pada tetangga-tetangga di Mansion tempat saya menginap. Sehingga, rumah tangga di sana ramainya minta ampun, meskipun rata-rata mereka sudah tak disertai dengan anak-anak lagi.

Tiga miliar dolar Hongkong sehari memang benar-benar bukan jumlah yang kecil. Kalau itu disebut judi, saya tak melihat ada orang yang jatuh miskin gara-gara balapan kuda. Letak arenanya saja di pusat kota. Sehingga seandainya pemerintah kemudian melarang balapan kuda tadi karena dianggap judi, tanah itu sendiri mahalnya sudah bukan main. Jika di atasnya kemudian berdiri flat-flat dan perkantoran, maka nilainya juga sangat mahal.


(bersambung)

Kisah-kisah lanjutan dari Hongkong
(1) Twako
(2) Jenazah Itu Diminta Menunggu Tahun 1997
(3) Dengan Mahyong Calon Menantu Diuji
(4) Beli Batu Giok di Hongkong atau RRC
(5) Ramalan Fortune Teller Hongkong tentang Tahun 1987
(6) Lalu, Apa Kata Siangseng tentang Indonesia
(7) Memenuhi Keinginan Terpendam Duapuluh Tahun yang Silam.