Kisah-kisah lanjutan dari Hongkong (2): Jenazah Itu Diminta Menunggu Tahun 1997


JAWA POS SABTU PON 27 DESEMBER 1986

Kisah-kisah lanjutan dari Hongkong (2)
Laporan: Basuki Soejatmiko, Wartawan Jawa Pos

Jenazah Itu Diminta Menunggu Tahun 1997

Fungshui kuburan yang jelek.

Orang Cina percaya pada banyak hal. Juga pada soal kematian. Menurut mereka, orang mati tidak sekedar mati begitu saja. Mereka masih  mempunyai pengaruh terhadap sukses tidaknya anak cucunya di kemudian hari.

Dari sinilah sebenarnya lahir fungshui, yakni ilmu tentang kuburan. Semula arti harafiahnya memang demikian, bersandar pada gunung memandang ke depan. Artinya secara luas, dengan bersandar santai pada sebuah gunung menatap ke muka, maka nenek moyang itu dengan gampang bisa mengayomi anak cucu mereka. Karena itu, bentuk kuburan orang Cina memang lucu. Membentuk gunung-gunungan yang aneh. Tebal dan tinggi di bagian belakang kemudian menurun di bagian muka. Makin kaya seseorang, makin luas gunung-gunungan tadi. Ini, maksudnya disesuaikan dengan falsafah fungshui tadi.

Tetapi sekarang, orang sulit sekali memperoleh tanah untuk kuburan. Padahal, kuburan untuk orang Cina tampaknya abadi. Artinya, tidak sekian waktu bisa dipakai untuk mengubur jenazah yang baru. Kuburan itu dipelihara terus secara turun-temurun.

Ada kepercayaan memang bahwa mereka akan” kualat” kalau tidak memelihara kuburan nenek moyang. Sedikitnya, mereka akan membersihkan kuburan itu setahun sekali. Ada hari khusus yang berlaku untuk menghormati orang mati di kalangan orang Cina, yakni hari raya Cingbing. Hari raya yang lain boleh saja berubah. Misalnya, Sincia, tanggalnya bisa terus berubah. Tahun ini jatuh tanggal 18 Februari. Tahun depan bisa saja 10 Februari, tergantung situasi perputaran matahari.

Tetapi untuk hari di mana orang Cina menghormati orang yang sudah meninggal dunia, tanggalnya selalu  tetap, yakni  tanggal 5 April. Maksudnya, supaya orang selalu ingat dan menunjukkan bahwa saat itu adalah  saat yang penting bagi orang Cina, sebab rangkaian seremoni menghormati nenek moyang merupakan adat yang sakral.

Di Hongkong sekarang ini, tentu tak gampang menjumpai makam umum. Yang ada cuma pekuburan umum, yang biasanya milik yayasan sosial. Tanah di sana yang sempit itu, tentunya lebih disenangi untuk sesuatu yang lebih ekonomis. Misalnya, untuk pembangunan gedung-gedung. Karenanya, sekarang ada gerakan membakar jenazah. Ini memang ekonomis. Demikian juga dengan jenazah-jenazah yang sudah dikebumikan lama,  dibongkar kembali. Kemudian dibakar dan abunya dititipkan di tempat perabuan itu.  Abu disimpan terus di tempat perabuan meskipun untuk itu mereka harus mengeluarkan sejumlah uang guna biaya pemeliharaan.

Ada tujuan tertentu dengantidak membuang abu jenazah ini. Mereka mengharap, jika nanti Hongkong sudah menjadi bagian RRC, maka mereka bisa membawa abu jenazah itu dengan penuh upacara ke RRC dan memakamkannya dekat makam Dr. Sun Yat Sen, pendiri Republik Cina di Nanjing.

Mereka sangat percaya bahwa makam Sun Yat Sen  mempunyai fungshui yang sangat baik. Sebab, dalam hal ini mereka percaya betul bahwa pemilihan Sun Yat sen untuk kota Nanjing sebagai kuburnya, tentunya sudah mempunyai pertimbangan yang masak dan tidak gegabah. Tidak asal meminta dikubur di Nanjing saja.

Dengan dikuburnya abu jenazah dekat makam SunYat Sen, mereka mengharapkan bahwa satu saat nanti, mereka akan mempunyai keturunan yang bisa jadi orang besar seperti Dr. Sun Yat Sen yang begitu besar jumlahnya. Tentu, kalau bisa jangan hanya abunya yang dikubur di sana, tapi jenasah aslinya. Dengan masuknya Hongkong menjadi bagian RRC, kini mulai ada yang tak mau membakar jenazah menunggu tahun 1997, saat Hongkong masuk RRC. Karena itu, kini mulai ada bisnis penitipan jenasah. Artinya, bukan lagi abu jenazah yang dititipkan melainkan peti yang berisi jenazah.

Bisnis ini yang sepintas merupakan bisnis kecil-kecilan, sebenarnya merupakan bisnis yang sangat menguntungkan. Mari kita rinci!

Untuk menyimpan peti mati yang berisi jenazah, sudah barang tentu peti mati itu harus prima sekali. Pembuatannya tidak boleh ada sambungannya, sehingga dengan demikian tidak semua orang bisa menitipkan peti jenazah. Apalagi, tempat penitipan ini masih sangat dirahasiakan. Hanya orang kaya yang mampu, dan yang tahu.

Kemudian, karena tempat penitipan itu tidak terlampau luas, maka peti disusun bertingkat. Artinya, kalau anda datang ingin sembayang maka yayasan yang mengelola penitipan itu harus menurunkan peti jenasah itu. Ini berarti uang juga. Kemudian menata di ruang depan dengan segala peralatan, sehingga layak keluarga bersembayang, juga merupakan situasi yang mengharuskan Anda membayar. Kemudian kalau acara tersebut sudah selesai, harus dinaikkan lagi. Ini pun harus mambayar. Sungguh, satu bisnis yang luar biasa.

Mereka menunggu sampai tahun 1997. Orang kaya di sana, tidak mau jika cuma abu mereka yang dikuburkan di RRC, tanah leluhur mereka. Mereka menghendaki jenazah mereka secara utuh setelah dibalsam dan diramu dengan ramuan yang bisa membuat jenazah itu tetap utuh sampai dua puluh tahun, nantinya bisa dikubur di sana.

Bagi kebanyakan bangsa lain, filsafat yang dipunyai Cina Hongkong ini, mungkin saja bisa menimbulkan tertawa dalam hati. Tapi, seperti yang sudah diuraikan dalam seri yang terdahulu, fungshui Hongkong yang artinya Sembilan Naga itu, sesungguhnya jelek. Juga fungshui kuburan mereka yang sekarang ini sangat jelek.  Tidak terletak pada tanah yang datar (perhatikan gambar – red), tetapi pada suatu dataran yang tengahnya digali, sehingga merupakan lembah. Artinya, kuburan itu lebih rendah dari jalan. Bagaimana nenek moyang yang dikuburkan di sana bisa memandang ke depan dan mengayomi anak cucunya, kalau letaknya lembah? Kesadaran akan halnya fungshui, membuat orang Hongkong yang makin lama makin mapan, juga mulai berpikir tentang hari esok, tentang kematian mereka. Semua orang bakal mati. Tapi, orang Cina masih berpikir terus, bagaimana harta benda yang mereka cari dengan susah payah hari ini, bisa berkembang terus di tangan anak cucu mereka.

Di Indonesia, masalah mengubur orang mati juga menjadi masalah. Setelah kota-kota besar agak tertutup, mereka mulai beralih ke kota pinggiran, di mana filosofi fungshui benar-benar bisa diterapkan, yakni bersandar ke gunung memandang ke depan.

Di Hongkong, orang tak mudah beralih ke luar kota, sebab di semua bagian, tanah sudah mahal dan tidak semua tanah boleh dijadikan tanah pekuburan. Karena itu orang Hongkong sekarang beralih ke pembakaran jenazah atau penyimpanan jenazah.

Soal penyimpanan jenazah ini, sampai sekarang memang masih dirahasiakan. Meskipun kata orang, di Taiwan masalah tersebut sudah umum. Cuma untuk pemerintahan kolonial Inggris, mungkin saja demi alasan  kesehatan, masalah tersebut masih belum ada ijinnya. Karenanya, kalau kita tanya pada masyarakat Hongkong, di mana tempat penitipan jenazah  orang mati dalam peti jenazah, mereka semua bingung dan tidak mengetahui. Menurut keterangan yang saya dapat, ada banyak tempat yang melakukan bisnis semacam itu. Saya berhasil mengunjungi yang ada di Wanchai.

Ternyata, orang Cina memang banyak akalnya. Bukan saja mereka giat mencari nafkah di dunia ini, tetapi mereka juga masih menjagakan nasib baik dari pengayoman nenek moyang mereka, nun jauh di sana…!